Cara Membedakan Diare Akut dan Diare Kronis


 1.      Patofisiologi diare akut dan diare kronik, serta gejalanya

Diare adalah suatu keadaan meningkatnya berat dari fases (>200 mg/hari) yang dapat dihubungkan dengan meningkatnya cairan, frekuensi BAB, tidak enak pada perinal, dan rasa terdesak untuk BAB dengan atau tanpa inkontinensia

World gastroenterologi organisation global guidelines 2005, mendefinisikan diare akut adalah sebagai pasase tinja yang cair atau lembek dengan jumlah lebih banyak dari normal, dan berlangsungnya kurang dari 14 hari sedangkan diare kronis adalah diare yang berlangsung lebih dari 15 hari (Adyanastri, F. 2012)

·        Tanda dan gejala diare akut

diare akut akan mengalami kekurangan zat gizi, anoreksia, demam, muntah dan sakit perut. Gangguan metabolik dan fungsi endokrin menyebabkan katabolisme melebihi anabolisme dan Pankreas Intolerensi prmier Gangguan Fungsi Pankreas & Usus Penurunan selera makan KEP Infeksi Malabsorbsi Gerakan Usus yang cepat Gastroenteritis Peningkatan Tekanan Peningkatan Toksin Penguraian Kehilangan Asam amino, KH Lemak Gangguan Usus halus Diare terjadinya kerusakan morphologi usus yang mengakibatkan zat gizi utamanya protein hilang secara langsung (Hartiningrum, Y.S. 2010).

·        Tanda dan gejala diare kronik

Penderita penyakit diare kronis akan mengalami kekurangan enzim pencernaan dan kerusakan mukosa usus yang mengakibatkan terjadinya intoleransi terhadap karbohidrat dan enteropati karena sensitive terhadap protein makanan. (Hartiningrum, Y.S. 2010).

 Pada feses dapat dengan atau tanpa lendir, darah, atau pus. Gejala ikutan dapat berupa mual, muntah, nyeri abdominal, mulas, tenesmus, demam dan tanda-tanda dehidrasi (Zein, U. 2004)

Penulis Dhea Rizkhytha | Editor Mohamad Ramadhan Botutihe 

a)      Faktor Penyebab Diare

Penyebab penyakit diare bermacam-macam diantaranya infeksi, malabsorbsi, alergi, keracunan, imunodefisiensi, intoksikasi dan lain-lain. Berdasarkan etiologinya diare dapat dibagi beberapa faktor, yaitu:

1)     Faktor infeksi, bisa berupa infeksi enteral (infeksi pada GIT) dengan penyebab: bakteri, virus dan parasit dan infeksi parenteral (infeksi diluar GIT)

2)     Faktor malabsorbsi: Karbohidrat, lemak dan protein

3)     Faktor makanan: basi atau beracun dan alergi

4)     Faktor psikologis: rasa takut dan cemas

Kejadian diare juga dipengaruhi oleh banyak faktor lain diantaranya umur penderita, status gizi, susunan makanan, serta faktor adat dan kebiasaan. Faktor risiko diare terbagi menjadi 2, yaitu faktor lingkungan dan faktor penjamu. Dari faktor lingkungan utamanya bisa berupa air yang tidak memadai / tercemar, sarana sanitasi yang kurang baik, kebersihan perorangan / higiene sanitasi perorangan dan pemukiman / tempat tinggal yang kurang baik, penyiapan dan penyimpanan makanan yang kurang baik serta cara penyapihan yang kurang baik, sedangkan faktor penjamu adalah faktor yang ada pada diri manusia yaitu terdiri dari malnutrisi / gizi salah khusunya kurang gizi, kurangnya kekebalan tubuh terhadap penyakit akibat tidak melakukan imunisasi tambahan semasa bayi, penurunan asam lambung, penurunan kerja usus dan faktor genetik atau faktor keturunan

b)     Patofisiologi

Diare infeksi akut diklasifi kasikan secara klinis dan patofi siologis menjadi diare noninflamasi dan diare inflamasi. Diare inflamasi disebabkan invasi bakteri dan sitotoksin di kolon dengan manifestasi sindrom disentri dengan diare disertai lendir dan darah. Gejala klinis berupa mulas sampai nyeri seperti kolik, mual, muntah, demam, tenesmus, serta gejala dan tanda dehidrasi. Pada pemeriksaan tinja rutin makroskopis ditemukan lendir dan atau darah, mikroskopis didapati sel leukosit polimorfonuklear. Diare dapat terjadi akibat lebih dari satu mekanisme. Pada infeksi bakteri setidaknya ada dua mekanisme, yaitu peningkatan sekresi usus dan penurunan absorbsi di usus. Infeksi bakteri menyebabkan infl amasi dan mengeluarkan toksin yang menyebabkan terjadinya diare. Infeksi bakteri yang invasif mengakibatkan perdarahan atau adanya leukosit dalam feses. Pada dasarnya, mekanisme diare akibat kuman enteropatogen meliputi penempelan bakteri pada sel epitel dengan atau tanpa kerusakan mukosa, invasi mukosa, dan produksi enterotoksin atau sitotoksin. Satu jenis bakteri dapat menggunakan satu atau lebih mekanisme tersebut untuk dapat mengatasi pertahanan mukosa usus (Amin, Z.L 2015)



Tabel 1.1 Karakteristik pada 3 tipe diare akut

 

2.      Etiologi diare dan disentri amboeba

Etiologi diare :

1)     Virus : Merupakan penyebab diare akut terbanyak pada anak (70 – 80%). Beberapa jenis virus penyebab diare akut :

·        Rotavirus serotype 1,2,8,dan 9 : pada manusia. Serotype 3 dan 4 didapati pada hewan dan manusia. Dan serotype 5,6, dan 7 didapati hanya pada hewan.

·        Norwalk virus : terdapat pada semua usia, umumnya akibat food borne atau water borne transmisi, dan dapat juga terjadi penularan person to person.

·        Astrovirus, didapati pada anak dan dewasa

·        Adenovirus (type 40, 41)

·        Small bowel structured virus

·        Cytomegalovirus

2)     Bakteri :

·        Enterotoxigenic E.coli (ETEC). Mempunyai 2 faktor virulensi yang penting yaitu faktor kolonisasi yang menyebabkan bakteri ini melekat pada enterosit pada usus halus dan enterotoksin (heat labile (HL) dan heat stabile (ST) yang menyebabkan sekresi cairan dan elektrolit yang menghasilkan watery diarrhea. ETEC tidak menyebabkan kerusakan brush border atau menginvasi mukosa.

·        Enterophatogenic E.coli (EPEC). Mekanisme terjadinya diare belum jelas. Didapatinya proses perlekatan EPEC ke epitel usus menyebabkan kerusakan dari membrane mikro vili yang akan mengganggu permukaan absorbsi dan aktifitas disakaridase.

·        Enteroaggregative E.coli (EAggEC). Bakteri ini melekat kuat pada mukosa usus halus dan menyebabkan perubahan morfologi yang khas. Bagaimana mekanisme timbulnya diare masih belum jelas, tetapi sitotoksin mungkin memegang peranan.

·        Enteroinvasive E.coli (EIEC). Secara serologi dan biokimia mirip dengan Shigella. Seperti Shigella, EIEC melakukan penetrasi dan multiplikasi didalam sel epitel kolon.

·        Enterohemorrhagic E.coli (EHEC). EHEC memproduksi verocytotoxin (VT) 1 dan 2 yang disebut juga Shiga-like toxin yang menimbulkan edema dan perdarahan diffuse di kolon. Pada anak sering berlanjut menjadi hemolytic-uremic syndrome.

·        Shigella spp. Shigella menginvasi dan multiplikasi didalam sel epitel kolon, menyebabkan kematian sel mukosa dan timbulnya ulkus. Shigella jarang masuk kedalam alian darah. Faktor virulensi termasuk : smooth lipopolysaccharide cell-wall antigen yang mempunyai aktifitas endotoksin serta membantu proses invasi dan toksin (Shiga toxin dan Shiga-like toxin) yang bersifat sitotoksik dan neurotoksik dan mungkin menimbulkan watery diarrhea

·        Campylobacter jejuni (helicobacter jejuni). Manusia terinfeksi melalui kontak langsung dengan hewan (unggas, anjing, kucing, domba dan babi) atau dengan feses hewan melalui makanan yang terkontaminasi seperti daging ayam dan air. Kadang-kadang infeksi dapat menyebar melalui kontak langsung person to person. C.jejuni mungkin menyebabkan diare melalui invasi kedalam usus halus dan usus besar.Ada 2 tipe toksin yang dihasilkan, yaitu cytotoxin dan heat-labile enterotoxin. Perubahan histopatologi yang terjadi mirip dengan proses ulcerative colitis.

·         Vibrio cholerae 01 dan V.choleare 0139. Air atau makanan yang terkontaminasi oleh bakteri ini akan menularkan kolera. Penularan melalui person to person jarang terjadi.  V.cholerae melekat dan berkembang biak pada mukosa usus halus dan menghasilkan enterotoksin yang menyebabkan diare. Toksin kolera ini sangat mirip dengan heat-labile toxin (LT) dari ETEC. Penemuan terakhir adanya enterotoksin yang lain yang mempunyai karakteristik tersendiri, seperti accessory cholera enterotoxin (ACE) dan zonular occludens toxin (ZOT). Kedua toksin ini menyebabkan sekresi cairan kedalam lumen usus.

·        Salmonella (non thypoid). Salmonella dapat menginvasi sel epitel usus. Enterotoksin yang dihasilkan menyebabkan diare. Bila terjadi kerusakan mukosa yang menimbulkan ulkus, akan terjadi bloody diarrhea

3)     Protozoa :

·       Giardia lamblia. Parasit ini menginfeksi usus halus. Mekanisme patogensis masih belum jelas, tapi dipercayai mempengaruhi absorbsi dan metabolisme asam empedu. Transmisi melalui fecal-oral route. Interaksi host-parasite dipengaruhi oleh umur, status nutrisi,endemisitas, dan status imun. Didaerah dengan endemisitas yang tinggi, giardiasis dapat berupa asimtomatis, kronik, diare persisten dengan atau tanpa malabsorbsi. Di daerah dengan endemisitas rendah, dapat terjadi wabah dalam 5 – 8 hari setelah terpapar dengan manifestasi diare akut yang disertai mual, nyeri epigastrik dan anoreksia. Kadang-kadang dijumpai malabsorbsi dengan faty stools,nyeri perut dan gembung.

·       Entamoeba histolytica. Prevalensi Disentri amoeba ini bervariasi,namun penyebarannya di seluruh dunia. Insiden nya mningkat dengan bertambahnya umur,dan teranak pada laki-laki dewasa. Kira-kira 90% infksi asimtomatik yang disebabkan oleh E.histolytica non patogenik (E.dispar). Amebiasis yang simtomatik dapat berupa diare yang ringan dan persisten sampai disentri yang fulminant.

·       Cryptosporidium. Dinegara yang berkembang, cryptosporidiosis 5 – 15% dari kasus diare pada anak. Infeksi biasanya siomtomatik pada bayi dan asimtomatik pada anak yang lebih besar dan dewasa. Gejala klinis berupa diare akut dengan tipe watery diarrhea, ringan dan biasanya self-limited. Pada penderita dengan gangguan sistim kekebalan tubuh seperti pada penderita AIDS, cryptosporidiosis merupakan reemerging disease dengan diare yang lebih berat dan resisten terhadap beberapa jenis antibiotik.

·       Microsporidium spp

·       Isospora belli

·       Cyclospora cayatanensis

4)     Helminths :

·       Strongyloides stercoralis. Kelainan pada mucosa usus akibat cacing dewasa dan larva, menimbulkan diare.

·       Schistosoma spp. Cacing darah ini menimbulkan kelainan pada berbagai organ termasuk intestinal dengan berbagai manifestasi, termasuk diare dan perdarahan usus..

·       Capilaria philippinensis. Cacing ini ditemukan di usus halus, terutama jejunu, menyebabkan inflamasi dan atrofi vili dengan gejala klinis watery diarrhea dan nyeri abdomen(Zein, U. 2004)

 

Penulis Dhea Rizkhytha | Editor Mohamad Ramadhan Botutihe 

3.      Hubungan pemberian zinc, oralit dan probiotik

Prebiotik merupakan komposisi pangan yang tidak dapat dicerna, meliputi: Inulin, fructo-oligosakarida (FOS). Galactiolisakarida dan laktosa. FOS secara alami terjadi pada karbohidrat yang tidak dapat dicerna oleh manusia. FOS mendukung pertumbuhan bakteri Bifidobacteria. Secara umum proses pencernaan prebiotik memiliki karakteristik dengan adanya perubahan dari kepadatan populasi mikrobia. Prebiotik banyak dari karbohidrat yang memiliki rantai pendek dari monosakarida yang disebut oligosakarida. Prebiotik oligosakarida adalah fructooligosakarida (FOS) dan mannanoligosakarida (MOS).

Probiotik merupakan mikroorganisme dengan jumlah yang cukup dan dapat mengubahpertumbuhan bakteri patogen dalam usus sehingga menyebabkan saluran pencernakan (usus besar) menjadi higienis. Probiotik berasal dari kultur bakteri yang bermanfaat bagi kesehatan usus, bakteri ini juga dapat mencegah bakteri berbahaya penyebab penyakit. Probiotik secara sederhana digambarkan sebagai mikrobia yang memberikan keuntungan kesehatan melalui efeknya dalam saluran intestinal.

Prebiotik merupakan komponen yang tidak dapat dicerna dan memberi keuntungan bagi tubuh sehingga dapat mendorong rangsangan pertumbuhan dan aktivitas sejumlah bakteri menguntungkan yang dapat meningkatkan kesehatan tubuh. Dengan kata lain prebiotik sebagai nutrisi bagi bakteri meliputi karbohidrat dan serat pangan yang melindungi penyerapan dalam usus halus mencapai usus besar ketika sebagian besar bakteri berkembang. Karakteristik utama dari prebiotik adalah tahan terhadap enzim pencernaan dalam usus manusia tetapi difermentasikan oleh koloni mikoflora dan bifidogenik dan efek dari ph rendah. Dengan efek ini prebiotik dapat menghalangi bakteri patogen (Clostridium) dan dapat mencegah terjadinya diare. Keuntungan utama dari prebiotik adalah dapat mengurangi bakteri yang mempunyai potensi berbahaya pada usus. Keadaan ini dapat mengurangi resiko terjadinya diare.

Zinc merupakan antioksidan kuat yang mampu mencegah kerusakan sel dan menstabilkan struktur dinding sel. Kekurangan zinc dapat menimbulkan kurangnya nafsu makan disertai penurunan berat badan dan mudah terinfeksi. Dalam penatalaksanaan pengobatan diare akut, zinc mampu mengurangi durasi episode diare hingga sebesar 25%. Disamping itu beberapa penelitian menunjukkan bahwa pemberian zinc mampu menurunkan volume dan frekuensi tinja rata-rata sebesar 30%. Zinc juga menurunkan durasi dan keparahan pada diare persisten. Bila diberikan secara rutin pada anak-anak baik jangka panjang maupun pendek, zinc mampu menunjukkan efektifitas dalam mencegah diare akut. Sangat dianjurkan pemberian zinc bersamaan dengan terapi menggunakan antibiotik pada diare berdarah

 

4.      Mengapa dehidrasi membuat mata tambak cowong

Mata tampak cekung menunjukkan keadaan kehilangan cairan dan elektrolit berlebih. Tubuh manusia 70-85% disusun oleh air yang terbagai menjadi cairan intrasel, ekstrasel, dan interseluler. Ketika cairan ini kurang pada sel atau jaringan tubuh pada keadaan dehidrasi, maka sel-sel akan menciut, mengkerut, mengecil dan menjadi cekung. Karena palpebral terdiri dari jaringan ikat longgar maka manifestasi yang tampak adalah mata menjadi cekung (Illahi, 2016).

 

5.      Penyebab intoleransi laktosa

Laktosa, atau gula susu, terdiri dari glukosa dan galaktosa. Susu, sebagai produk hewani, memiliki kadar laktosa yang tinggi. Kadar laktosa susu manusia (ASI / Air Susu Ibu) sebesar 50-70 gram per liter. Laktase, sebuah enzim terikat membran pada usus halus, mengkatalisis hidrolisis laktosa menjadi glukosa dan galaktosa. Enzim pada brush border enterosit mengandung laktase yang memecah laktosa menjadi glukosa dan galaktosa. Monosakarida yang dihasilkan melewati sel mukosa dan masuk ke dalam aliran darah melalui pembuluh kapiler villi, yang membawanya melalui vena porta ke hepar. Enzim laktase hanya dihasilkan oleh sel-sel di ujung villus, dan paling banyak terdapat di jejunum. Karena itu, penyakit gastrointestinal yang menyebabkan perlukaan pada sel-sel intestinal seringkali berhubungan dengan defisiensi laktase dan intoleransi laktosa(Wicaksono, 2014)

 

6.      Manajemen kegawatdaruratan

Prinsip utama pengobatan diare, adalah:

a)      Diare cair membutuhkan penggantian cairan elektrolit tanpa melihat etiloginya / penyebabnya

b)     Makanan harus diteruskan untuk menghindari bahkan ditingkatkan untuk menghindari efek buruk pada gizi.

c)      Antibiotik / anti parasit tidak boleh digunakan secara rutin, kecuali pada disentri dengan anti mikrobia yang efektif untuk shigella, suspek kolera dengan dehidrasi berat.

Dasar pengelolaan diare yang dipakai adalah rumusan 5D, yaitu: 1) Dehidrasi, 2) Diagnosa, 3) Dietetik, 4) Drugs (pengbatan kausal) dan 5) Defisiensi Disakaridase. Akhir-akhir ini digunakan pengelolaan diare yang meliputi 4 aspek, yaitu :

1.      Aspek Rehidrasi

Penderita dengan diare cair mengeluarkan tinja yang mengandung sejumlah ion natrium, klorida, kalsium dan bikarbonat. Semua komplikasi diare akut disebabkan karena kehilangan air dan elektrolit melalui tinja. Kehilangan sejumlah air dan elektrolit bertambah jika ada muntah. Kehilangan air juga meningkat bila ada panas. Kehilangan ini menyebabkan dehidrasi karena kehilangan air dan natrium klorida, asidosis karena kehilangan bikarbonat dan kekurangan kalium. Dehidrasi adalah keadaan yang paling berbahaya karena dapat menyebabkan kematian apabila tidak diatasi dengan tepat Rehidrasi dilakukan dengan cairan yang mengandung elektrolit sehingga dapat mengganti kehilangan cairan dan elektrolit. Bila Berat Badan anak tidak diketahui maka jumlah cairan yang digunakan disesuaikan menurut umur. Jumlah oralit (ml) yang diperlukan dapat dihitung dengan cara : Berat Badan dikalikan 75.

2.      Aspek Refeeding

Refeeding supaya berhasil sebaiknya memenuhi persyaratan:

·        Penderita tidak jatuh lagi dalam keadaan dehidrasi atau asidosis akibat kekurangan cairan, kalori atau nutrien tertentu.

·        Agar tidak terjadi uremia akibat protein tubuh terpaksa diuraikan

·        Agar tidak terjadi diare kembali yang disebabkan intoleransi terhadap makanan

3.      Aspek Medikamentosa

Penderita diare yang disebabkan oleh infeksi parenteral dapat diberikan antibiotika. Pengobatan kausal dengan antibiotika harus dengan indikasi yang jelas karena penggunaan secara bebas dapat menyebabkan resistensi. Penderita juga dapat diberikan parasetamol untuk mengatasi apabila penderita panas, serta vitamin B komplek dan vitamin C yang berfungsi sebagai roboransia untuk meningkatkan daya tahan tubuh sehingga dapat mempercepat proses.

4.      Aspek Edukasi

Keluarga terutama ibu penderita diberi pengarahan tentang diare, tanda-tanda dehidrasi, pencegahan diare serta pemberian nutrisi pada penderita selama perawatan. Ibu diikutsertakan untuk merawat anaknya dan mengetahui cara pembuatan cairan rehidrasi oral agar ibu dapat membuat sendiri di rumah. Ibu diharapkan dapat memberikan pertolongan pertama di rumah apabila anak menderita diare, misalnya dengan memberikan oralit atau larutan gula garam. Bila tidak ada perubahan atau memburuk, diharapkan cepat dibawa ke sarana kesehatan terdekat. Menjaga kebersihan, cuci tangan sebelum makan, air minum dimasak, persiapan alat makan dan minum yang bersih, pengelolaan dan penyajian makanan yang bersih serta menjaga kesehatan lingkungan di rumah juga diperlukan.

 

7.      Macam-macam cairan parenteral

a)      Beri RL utama atau NaCl

b)     Jika tidak mau makan beri dekstros dan RL

c)      Jika muntah-muntah beri dekstros dan NaCl

d)     Oralit

 

8.      Derajat dehidrasi pada diare anak-anak dan dewasa

 

Berdasarkan persentase kehilangan air dari total berat badan, derajat/skala dehidrasi dapat ringan, sedang, hingga derajat berat (tabel 1). Derajat dehidrasi berbeda antara usia bayi dan anak jika dibandingkan usia dewasa. Bayi dan anak (terutama balita) lebih rentan mengalami dehidrasi karena komposisi air tubuh lebih banyak, fungsi ginjal belum sempurna dan masih bergantung pada orang lain untuk memenuhi kebutuhan cairan tubuhnya, selain itu penurunan berat badan juga relatif lebih besar. Pada anak yang lebih tua, tanda dehidrasi lebih cepat terlihat dibandingkan bayi karena kadar cairan ekstrasel lebih rendah.Menentukan derajat dehidrasi pada anak juga dapat menggunakan skor WHO, dengan penilaian keadaan umum, kondisi mata, mulut dan turgor (tabel 2). Derajat dehidrasi berdampak pada tanda klinis. Makin berat dehidrasi, gangguan hemodinamik makin nyata. Produksi urin dan kesadaran dapat menjadi tolok ukur penilaian klinis dehidrasi (tabel) (Leksana, 2015).





 

9.      Pengobatan diare dan anti muntah (WHO dan Nasional)

Penatalaksanaan dehidrasi pada penderita penyakit diare menurut WHO 2003 dalam The Treatment of Diarrhea

adalah :

1)     Berikan larutan oralit dengan komposisi 3 gr per liter garam dapur ditambah18 gr per liter gula pasir. Diberikan sebanyak yang diinginkan sampai diare berhenti atau dengan ketentuan sebagai berikut :

·        Anak dibawah 2 tahun : 50-100 ml cairan.

·        Usia 2-10 tahun : 100-200 ml cairan

·        Diatas 10 tahun : sebanyak yang diinginkan

2)     Berikan zinc sulfat selama 14 hari dengan ketentuan sebagai berikut :

·        Bayi dibawah 6 bl : 10 mg/hari

·        Diatas 6 bulan : 20 mg/hari

Menurut WHO, 2006 dalam Implementing the New Recommendation on the Clining Management of Diarrhea pemberian zinc dapat berupa sirup dengan konsentrasi 10 mg/5 ml atau 20mg/5ml dan tablet (10 dan 20 mg )

3)     Teruskan menyusui

Dengan tujuan untuk memberikan makanan kaya nutrisi yang dapat diterima oleh bayi. Apabila tidak mendapat ASI dengan alasan tertentu maka harus diberikan susu formula yang biasa dikonsumsi setidaknya tiap 3 jam.

 

Departemen Kesehatan RI tahun 2008 dalam Diagnosa Diare dan Klasifikasi Dehidrasi. Menyatakan bahwa penatalaksanaan diare adalah sebagai berikut :

·        Terapi dehidrasi ringan/sedang dan berat

a)      Berikan garam oralit

Untuk dehidrasi ringan/sedang : Oralit diberikan dalam 3 jam pertama ( 75 ml/Kg BB ) Bila Berat badan tidak diketahui, sesuai tabel di bawah ini : Umur < 1 th 1–4 th > 5 th Dewasa Jml Oralit 300 ml 600 ml 1200 ml 2400 ml

Untuk dehidrasi berat : Bila penderita bisa minum berikan oralit ( 5 ml/Kg/jam ) Biasanya setelah 3-4 jam (bayi) atau 1-2 jam (anak)

b)     Berikan zinc sulfat

Dosis yang dianjurkan adalah 1-2 mg/zinc elemental per Kg BB/hari dibagi 3 dosis selama 15 hari, preparat yang dipakai adalah larutan 750 mg zinc sulfat 7 h 2 O dalam 150 Mml air dengan dosis

ü  3 x 1 sendok teh untuk anak dengan berat 5 kg

ü  3 x 2/3 sendok teh untuk bayi dengan berat 3-5 kg

ü  3 x ½ sendok teh untuk bayi dengan berat kurang dari 3 kg

c)      Teruskan ASI

Bayi yang tidak mendapat ASI berikan 100-200 air masak selama ini

d)     Antibiotik

Pemberian antibiotik secara rutin tidak diperlukan. Terapi antibiotik diberikan sesuai dengan tatalaksana diare akut atau apabila ada infeksi non intestinal seperti : pneumonia, infeksi saluran kencing atau sepsis

e)      Edukasi

Pencegahan diare

ü  Memberikan ASI

ü  Memperbaiki makanan pendamping ASI

ü  Menggunakan air bersih yang cukup

ü  Mencuci tangan sebelum makan

ü  Menggunakan jamban

ü  Membuang tinja bayi dengan benar

ü  Memberikan immunisasi campak

Prinsip penatalaksanaan penyakit diare adalah mempertahankan kebutuhan cairan tubuh supaya tidak terjadi dehidrasi (Cahyadi, 2008). Jenis penyebab diare yang paling banyak adalah rotavirus, cara penanganannya adalah berikan cairan sesuai indikasi), yaitu:

 

1)     Jumlah cairan

a)      Tanpa dehidrasi: ASI semaunya, oralit setiap mencret atau muntah, dengan dosis:.Bayi : 50 – 100 cc, anak 1-5 tahun : 100 – 20 cc dan dan anak > 5 tahun: semaunya.

b)     Dehidrasi ringan dan sedang, dosis; 50 -100 cc / kg BB dalam 2-4 jam dan oralit setiap buang air besar

c)      Dehidrasi berat, dosisi bayi: 20 – 30 cc/ kg BB dalam 1 jam dilanjutkan 70 cc / kg BB dalam 5 jam berikutnya. Apabila lebih 1 tahun, dosis: 20 -30 cc / kg BB dalam ½ jam dilanjutkan 70 cc / kg BB dalam 2,5 jam berikutnya.

2)     Pilihan Cairan

ü  Beri RL utama atau NaCl

ü  Jika tidak mau makan beri dekstros dan RL

ü  Jika muntah-muntah beri dekstros dan NaCl

ü  Oralit

 

10.   Mekanisme asam basa, keseimbangan elektrolit dan nilai normal

Beberapa hal yang dapat menebabkan diare adalah 910 Menurunnya absorbsi normal larutan dalam air,(2) Meningkatnya sekresi elektrolit kedalam lumen intestinal,(3) Adanya absorbsi yang buruk secara osmosis larutan aktif di lumen usus,(4) Meningkatnya motilitas intestinal,(5) Penyakit Inflamasi yang menghasilkan darah,pus dan mucus.

Diare sekretori biasanya disebabkan abnormalitas baik absorbsi maupun sekresi elektrolit. Diare Sekretori secara normal berhubungan dengan meningkatnya camp inttraselular. Meningkatnya camp disebabkan oleh rangkaian kejadian yang dimulai dengan adanya molekukl penanda. Sesudah molekul penanda mengkomplekskan permukaan reseptor sel, suatu G-protein diaktivasi kedalam membran sel dan menstimulasi produksicAMP.

Meningkatnya camp menghambat absorbsi NaCL dan menstimulasi sekresi klorida tanpa merubah mekanisme transport lainnya. Hal ini membuat toksin yang labil dalam keadaan panas seperti basil kolera, menyebabkan diare dengan meningkatnya camp intraseluler tanpa merusak permukaan mukosa. Jalur penanda melalui protein spesifik sangatlan spesifik sehingga hidrasi dapat dipertahankan dengan pemberian larutan Natrium Glukosa, dimana melalui jalan lain hal ini tidak dipengaruhi. Diare sekretori mempunyai penyebab lain, tetapi sebagian besar sedikit dimengerti. Meningkatnya cGNP atau kalsium intrasel juga menyebabkan sekresi. Kelainan Usus Halus yang menyebabkan atrofi villi seperti celiacsprue sering dihubungkan dengan sekresi yang abnormal dari elektrolit. Agaknya hal ini disebabkan tidak memadainya permukaan absortif dari sekresi kripta normal.

Kelainan yang berhubungan dengan malabsorbsi pada diare osmotic dapat berkaitan dengan komponen sekretori, tetapi mekanismenya sampai saat ini kurang dipahami. Asam empedu yang tidak diabsorbsi dan asam-asam lemak dapat menstimulasi sekresi ion dalam kolon, menyebabkan diare massif yang berlanjut walaupun dalam keadaan puasa. Pada diare ini yang menoonjol adalah air dan elektrolit. Osmolalitas fecal secara keseluruhan dapat dihitung dengan mengukurNa+,K+,CL, dan HCO 3- dengan ‘gap” larutan fecal (osmolalitas plasma –2(Na+ + K+) mendekati nol.4

Diare osmotic disebabkan oleh akumulasi larutan yang sulit diserap dalam lumen intestinal. Terdapat tiga mekanisme utama yang menyebabkan hal ini. (1) Makan larutan yang sulit diabsorbsi seperti laktulosa,SO4-2,PO4-3atau Mg2+, (2) Malabsorbsi secara menyeluruh, (3) Kegagalan mengabsorbsi komponen diet yang spesifik seperti lactose. Diare osmotic dapat dicegah secara sempurna melalui puasa dengan mengeliminasi intake larutan yang menyebabkan diare. Kolon tidak dapat mempertahankan gradien air, konsentrasi Natrium dan Kalium akan turun dengan adanya larutan aktif secara osmotic abnormal. Pengukuran elektrolit feses [2(Na++ K+)] tidak dapat menilai osmolalitas cairan faeces. Osmolalitas cairan feses diperkirakan sama dengan osmolalitas serum. Pada kasus intake makanan yang sulit diabsorbsi, anion seperti SO42- dan PO4-3, diare osmotic mungkin akan memiliki gap larutan normal sebab perhitungan dengan kation lebih baik dari pada anion. Malabsorbsi Karbohidrat menyebabkan diare osmotic, menghasilan fases yang asam karena fermentasi bakteri terhadap karbohidrat (Sutadi, M.S. 2003)

 

11.   Syok hipovolemik

Syok adalah sindrom klinis akibat kegagalan sirkulasi dalam mencukupi kebutuhan oksigen jaringan tubuh.4 Syok terjadi akibat penurunan perfusi jaringan vital atau menurunnya volume darah secara bermakna. Syok juga dapat terjadi akibat dehidrasi jika kehilangan cairan tubuh lebih 20% BB (berat badan) atau kehilangan darah ≥ 20% EBV (estimated blood volume)

Syok hipovolemik terjadi karena volume intravaskuler berkurang akibat perdarahan, kehilangan cairan akibat diare, luka bakar, muntah, dan third space loss, sehingga menyebabkan pengiriman oksigen dan nutrisi ke sel tidak adekuat

 

12.   Perbedaan diare yang disebabkan virus dan bakteri

Patogenesis terjadinya diare yang disebabkan virus yaitu virus yang menyebabkan diare pada manusia secara selektif menginfeksi dan menghancurkan sel-sel ujung-ujung villus pada usus halus. Virus akan menginfeksi lapisan epithelium di usus halus dan menyerang villus di usus halus. Hal ini menyebabkan fungsi absorbsi usus halus terganggu. Sel-sel epitel usus halus yang rusak diganti oleh enterosit yang baru, berbentuk kuboid yang belum matang sehingga fungsinya belum baik. Villus mengalami atrofi dan tidak dapat mengabsorbsi cairan dan makanan dengan baik. Selanjutnya, cairan dan makanan yang tidak terserap/tercerna akan meningkatkan tekanan koloid osmotik usus dan terjadi hiperperistaltik usus sehingga cairan beserta makanan yang tidak terserap terdorong keluar usus melalui anus, menimbulkan diare osmotik dari penyerapan air dan nutrien yang tidak sempurna

Diare karena bakteri terjadi melalui salah satu mekanisme yang berhubungan dengan pengaturan transpor ion dalam sel-sel usus cAMP,cGMP, dan Ca dependen. Patogenesis terjadinya diare oleh salmonella, shigella, E.coli agak berbeda dengan patogenesis diare oleh virus, tetapi prinsipnya hampir sama. Bedanya bakteri ini dapat menembus (invasi) sel mukosa usus halus sehingga dapat menyebabkan reaksi sistemik. Toksin shigella juga dapat masuk ke dalam serabut saraf otak sehingga menimbulakan kejang. Diare oleh kedua bakteri dapat menyebabkan adanya darah dalam tinja yang disebut disentri(Jufri, M. 2012)


Penulis Dhea Rizkhytha | Editor Mohamad Ramadhan Botutihe 

DAFTAR PUSTAKA

 

Adyanastri, F. 2012. Etiologi dan Gambaran Klinis Diare Akut di RSUP Dr Kariadi Semarang. Laporan Karya Tulis Ilmiah Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro. Viewed 14 Desember 2017 from http://www.jurnal.undip.ac.id

Amin, L.Z. 2015. Tatalaksana Diare Akut. CDK-230. 42 (7). Viewed 13 Desember 2017.
     From <
http://www.kalbemed.com>

Illahi, R.K. 2016. Tingkat Pendidikan Ibu dan Penggunaan Oralit dan Zinc Pada
     Penanganan Pertama Kasus Diare Anak Usia 1-5 Tahun: Sebuah Studi di Puskesmas
     Janti Malang
. Pharmaceutical Journal Of Indonesia. 2 (1). Viewed 13 Desember 2017.
     From <http://pji.ub.ac.id>

Juffrie, M., Soenarto, S.S.Y., Oswari, H., dkk. 2012. Buku ajar  gastroenterologi-hepatologi. Jilid 1. Jakarta: Badan Penerbit IDAI

Leksana, E.2015. Dehidrasi dan syok. CDK-228. 45(5). Viewed 12 desember 2017. From < http://www.kalbemed.com >

 

Wicaksono, M.A.2014. Intoleransi laktosa. Mandala of Health. 7(1). Viewed 12 desember 2017. From < http://download.portalgaruda.org >

 

 

 

 

 

 

0 Comments

Posting Komentar